Teori Belajar Behavioristik

Table of Contents
[info.dokumenguru.com] Teori Belajar Behavioristik
Teori Belajar Behavioristik

Info Guru - Teori Belajar.  Teori Belajar Behavioristik. Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Koneksionisme (connectionism) merupakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus dan respons. Siapa yang menguasai stimulus‐respons sebanyak‐banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus respons dilakukan melalui ulangan‐ulangan.

Teori Belajar Behavioristik Thorndike

Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874‐1949), dengan eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi‐koneksi atara stimulus dan respons. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal‐hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
1. Law of readiness
Belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta merespon akan menghasilkan respon yang memuaskan.
2. Law of exercise
Belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa yang telah didapat.
3. Law of effect
Belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

Pengkondisian (conditioning) merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme. Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849‐1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat‐alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah bunyi‐bunyian.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan‐gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan dua macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar. Sebenarnya hasil‐hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu adanya latihan‐latihan dan kebiasaan‐kebiasaan yang telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang bersifat skill.

Penguatan (reinforcement) merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.

Skiner

Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon tingkah laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan. Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan stimulus‐respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.

Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh tokoh‐tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus‐stimulus yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan. Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant conditioning:
  1. Penguatan positif (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
  2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
  3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain Bersama teman‐temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.
Prinsip‐Prinsip Teori Behavior adalah:
a. Obyek psikologi adalah tingkah laku 
b. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
c. Mementingkan pembentukan kebiasaan

Aristoteles

Aristoteles berpendapat bahwa pada watu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, seperti sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman. Menurut John Locke (1632‐1704), salah satu tokoh empiris, pada waktu lahir manusia tidak me mpunyai ”warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satusatunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Idea dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu. Kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan, dan menghindari penderitaan. Dalam utilitarianismem perilaku anusia tunduk pada prinsip penghargaan dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan hedonisme dan utilitariansisme, maka itulah yang disebut dengan behaviorisme.

Asumsi bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dala pembentukan perilaku, menyiratkan betapa plastisnya manusia. Ia mudah dibentuk menjadi apa pun dengan menciptakan lingkungan yang relevan.

Thorndike dan Watson, kaum behaviorisme berpendirian: organisme dilahirkan tanpa sifat‐sifat sosial atau psikologis; perilaku adalah hasil pengalaman dan prilaku digerakan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan.

Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi‐asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri‐ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu: adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi‐reaksi mencapai tujuan. Thorndike menemukan hukum‐hukum.

Hukum kesiapan (Law of Readiness) Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. Hukum akibat hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibanya tidak memuaskan. Ivan Petrovich Pavlo (1849‐1936). Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang‐ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan. Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi‐bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat‐syarat yang menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.

Skinner (1904‐1990) menganggap reward dan reinrforcement merupakan factor penting dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operans conditioning adalah suatu proses
penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.

Operant conditioning menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Prinsip belajar Skinners
  1. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
  2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
  3. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
  4. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforce dalam pembelajaran digunakan shapping

Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik

1. Kelebihan Teori Behavioristik

  • Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
  • Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
  • Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
  • Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
  • Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian‐bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
  • Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
  • Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure‐unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
  • Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk‐bentuk penghargaan langsung.

2. Kekurangan Teori Behavioristik

  • Sebuah konsekwensi untuk Menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
  • Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
  • Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
  • Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
  • Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
  • Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
  • Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
  • Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
  • Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar‐standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal‐hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal‐hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena system pembelajaran tersebut bersifat otomatismekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan‐aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual. Berdasarkan masalah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan:
  1. Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
  2. Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioning.
  3. Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
  4. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
  5. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus‐responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
  6. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur
  7. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Sebaliknya jika respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon justru malah semakin kuat juga.
  8. Tokoh‐tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya‐karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
  9. Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal‐hal tertentu dapat memperkuat respon.
  10. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor‐faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yangmemberirespon terhadap lingkungan.
  11. S‐R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh penghargaan atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi‐reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
  12. Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi‐asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Ciri‐ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu: adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksireaksi mencapai tujuan.
  13. Skinner (1904‐1990) menganggap reward dan reinrforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
  14. Bandura (1925) mempermasalahkan peranan penghargaan dan hukuman dalam proses belajar, dikenal dengan konsep belajar sosial (social learning). Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata‐kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman klasik). Teori belajar Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbalbalik yang berkesinambungan antara kognitif perilaku dan pengaruhi lingkungan. Faktor‐faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.

Referensi:

Mr. Dege
Mr. Dege Menulis merupakan bagian dari seni berbagi cerita.

Posting Komentar